MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Pada prinsipnya hukum syara’ yang ditetapkan oleh Allah Swt adalah ditujukan untuk manusia. Karena manusialah yang mampu menerima amanah sebagai khalifah. Penetapan hukum syara’ memiliki tujuan mewujudkan rahmat semesta alam. Akan tetapi, tidak semua hukum syara’ mampu dilakukan dalam berbagai kondisi.
Dalam kondisi dan situasi tertentu mungkin sangat berat dan sulit dilakukan. Menurut Ghoffar Ismail, untuk mewujudkan kemaslahatan munusia maka Allah memberikan kemudahan dengan menetapkan hukum-hukum pengecualian. Karenanya, dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ‘azimah dan rukhshah.
“’azimah itu ketentuan pokok, ada juga yang namanya rukhsahah atau keringanan-keringanan yang diberikan Allah ketika ‘azimah itu tidak bisa dilakukan karena terbendung atau mempersulit atau malah fatal berakibat pad diri kita,” terang Ghoffar dalam Covid-19 Talk pada Jumat (02/07).
Ghoffar menuturkan bahwa dalam kondisi hujan lebat, seorang mukallaf diberikan rukhushah untuk tidak pergi salat berjamaah di masjid. Apalagi saat pandemi Covid-19 saat ini yang semakin mengancam kesehatan, salat di rumah merupakan pilihan yang utama. Mengerjakan rukhshah, kata Ghoffar, samasekali tidak mengurangi kadar pahala.
“Makan babi dalam keadaan darurat itu boleh dan tidak berdosa. Makan babi dalam keadaan terdesak mungkin gak dapat pahala, tetapi pahala kita dapat karena memiliki inisiatif untuk tetap bertahan hidup. Agama memerintahkan kita untuk hifzu al nafs,” ungkap anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.
Meski dalam keadaan pandemi, ibadah tetap harus berjalan. Hanya saja, tegas Ghoffar, teknis pelaksanaannya tidak lagi berpusat di masjid melainkan di rumah masing-masing. Karenanya, rukhshah atau keringanannya berbentuk penggantian kewajiban (takhfif ibdal). Sama halnya dengan mengganti wudhu dengan tayamum.
Hits: 6