MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Hukum membaca shalawat menurut Muhammadiyah ialah wajib saat menunaikan ibadah salat dan sunah dalam aktivitas di luar salat. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Homaidi Hamid menegaskan bahwa bacaan shalawat dalam salat tidak ada penambahan kata “sayyidina”.
Hal tersebut karena tidak terdapat keterangannya di dalam sunnah maqbulah (hadis sahih dan hasan). Ada pun bacaan shalawat yang terdapat dalam hadis sahih ialah:
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَالِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَالِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَالِ إِبْرَاهِيْمَ. إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“Ya Allah, muliakanlah oleh-Mu Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau muliakan keluarga (Nabi) Ibrahim dan berilah barakah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberi barakah keluarga Ibrahim. Bahwasanya Engkau sangat terpuji lagi sangat mulia di seluruh alam” (HR. al-Bukhari dari Abu Sa’id Kaab bin Ujrah).
Selain versi di atas, dalam hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis terdapat variasi bacaan shalawat. Hamid menegaskan bahwa yang paling utama adalah membaca shalawat saat salat yang telah jelas termaktub dalam hadis maqbulah.
“Dalam praktik Muhammadiyah, misalnya, kita tidak boleh menambahkan kata ‘sayyidina’ dalam bacaan shalawat ketika salat. Alasannya karena tidak ditemukan dalam hadis-hadis maqbulah atau hadis sahih dan hasan. seandainya ada, maka boleh menambahkan kata ‘sayyidina’,” kata Hamid dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (20/10).
Salat sebagai ibadah mahdlah dalam tata pelaksanaannya, termasuk dalam bacaannya, harus diselaraskan dengan dalil baik Al Quran maupun al-Sunah. Dalam kaidah usul ditegaskan bahwa hukum dasar dari ibadah ialah haram kecuali ada dalil yang melandasinya. Karena itu, di luar aktivitas salat, kata Hamid, kita boleh menambahkan kata “sayyidina” dalam ucapan shalawat kepada Nabi Saw.