MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Perubahan arah kiblat dari Baitulmakdis ke Ka’bah di Makkah mengakibatkan ketegangan di antara sebagian ahlulkitab dengan sebagian orang Islam. Ahlulkitab beranggapan bahwa shalat yang dilakukan tidak menghadap ke Baitulmakdis tidak sah. Sementara orang Islam beranggapan lain, shalat yang diterima oleh Allah hanyalah shalat yang dilakukan dengan menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram.
Pakar Tafsir Nur Kholis mengatakan bahwa peristiwa di atas merupakan latar konteks diturunkannya QS. Al Baqarah ayat 77. Dalam ayat ini menjelaskan bahwa bukan karena menghadapkan muka ke arah barat dan timur yang dimaksud sebagai kebajikan hakiki, akan tetapi kebajikan yang sebenarnya adalah ketaatan kepada Allah, melaksanakan segala tuntunan-Nya, itulah kebajikan dan ketakwaan serta keimanan yang sempurna.
“Ayat ini ingin menjelaskan bukan soal menghadapkan wajah secara fisik yaitu sekadar menghadapkan wajah dalam shalat ke arah timur dan barat, akan tetapi kebajikan yang sebenarnya adalah patuh dan tunduk kepada apa yang disyariatkan agama dengan beriman kepada Allah swt,” tutur dosen Ilmu Tafsir ini dalam kajian yang diselenggarakan Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Kamis (17/03).
Nur Kholis menerangkan bahwa Kata ‘al-birr’ dalam QS. Al Baqarah ayat 177 berarti kebenaran dan ketaatan (ash-shidq wa ath-tha’ah), yaitu suatu penamaan terhadap semua kebaikan, semua ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah. Sebagian ahli bahasa menyebutkan bahwa kata al-birr berasal dari “al-barr” yang berarti “daratan, lawan dari “lautan” yang menggambarkan keluasan, sehingga memberi arti keluasan dalam berbuat kebaikan.
Karenanya, kebajikan hakiki bukan hanya melaksanakan shalat secara benar sesuai dengan tuntutan Rasulullah saw, melainkan juga menunaikan zakat sesuai dengan kadar dan ketentuan yang telah digariskan, menepati janji jika berjanji kepada orang lain, dapat berlaku sabar, tabah dan mampu menahan diri serta selalu berjuang dalam mengatasi segala kesulitan dan cobaan.
“Inilah yang disebut kebajikan hakiki. Tidak bisa kita mengatakan orang berbuat kebajikan hanya dari aspek akidah saja, sementara dari aspek ibadah tidak. Jadi kebajikan itu maknanya sangat luas, segala ketaatan kepada Allah, segala kebaikan kepada Allah itu disebut kebajikan yang hakiki,” ujar Nur Kholis.
Hits: 483