MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Kepulangan jamaah haji ke Indonesia pada akhir tahun 1800-an membawa dampak besar dalam kehidupan masyarakat di Hindia Belanda. Mereka menjadi motor pemberontakan melawan belanda, mendirikan madrasah-madrasah, masjid, dan pesantren sekaligus juga jaringan keilmuan untuk mencerdaskan pribumi.
Catatan menarik ini ditemukan dalam Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 yang ditulis oleh Sartono Kartodirdjo. Transformasi yang dilakukan oleh para haji ini menurut Prof. Azyumardi Azra merupakan Tajdid atau pembaruan bagi muslim Indonesia. Selain itu, tajdid juga dimulai sebelum tahun-tahun ini lebih tepatnya pada abad 16.
Di mana jaringan ulama Nusantara telah kokoh dan menjalin lingkar keilmuan sebagai rujukan atas permasalahan-permasalahan keumatan di Nusantara kala itu. Kenyataan tersebut menurut Prof. Azra menjadi anti tesis ilmuan yang berpendapat bahwa tajdid di Indonesia atau Nusantara kala itu dimulai pada abad 20 atau abad 18 di masa Perang Padri.
“Saya berargumen justru pada abad 17 terjadi pembaruan itu, renewal and reform. Inilah yang menjadi salah satu temuan utama saya dari penelitian disertasi saya mengenai tajdid dan islah sejak abad 17 melalui ulama-ulama,” ucapnya pada (14/7) di acara Pengajian Umum PP Muhammadiyah.
Tajdid atau pembaruan yang dilakukan para jamaah haji yang baru pulang ini antara lain adalah penggunaan pendekatan tasawuf dan Syariah atau fiqih. Mereka melakukan rekonsiliasi dalam metode pendekatan yang saat itu kebanyakan diwarnai oleh sinkretisme lokal.
Praktik pendekatan tersebut juga yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan pada awal abad 20. Selain itu, pembaruan yang dilakukan adalah penekanan akan pentingnya penggunaan fiqih atau tafsir dalam urusan-urusan umat Islam di Kepulauan Nusantara.
“Penekanan pada fiqih ini membuat apa yang kemudian saya sebut sebagai ortodoksi Islam di Kepulauan Nusantara ini kemudian terbangun, tercipta dengan kuat”. Imbuhnya.
Prof. Azra menegaskan bahwa pembaruan Islam di Kepulauan Nusantara terjadi pada abad 17 melalui delegasi-delegasi kerajaan Islam di Nusantara ke Mekkah atau Hadramaut. Mereka selain berhaji, juga menimba ilmu dan bahkan ada yang menetap di Mekkah.
Sekembalinya dari Mekkah, mereka memainkan peran penting dalam pembaruan Islam.
Hits: 32