MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Selain profesionalitas para pegiatnya, watak ikhlas dan penuh kesungguhan (mujahadah) menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir adalah unsur yang membuat Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) kian berkembang dan maju.
Di berbagai daerah, Haedar menyaksikan banyak pegiat Muhammadiyah penuh kesabaran membangun AUM di tengah keterbatasan sehingga akhirnya AUM menjadi besar dan maju. Mereka, menurutnya memandang AUM sebagai ladang untuk beramal saleh.
“Ikhlas itu modal utama kita yang mengalir terus dan harus menjadi energi ruhani kita yang terus hidup di pimpinan maupun di bawah. Baik kita memperoleh kompensasi yang belum sempurna, belum kita pandang cukup atau masih terbatas,” terang Haedar.
Dalam Resepsi Milad 50 Tahun RS Islam Jakarta Cempaka Putih, Rabu (23/6) Haedar berpesan agar ruh ikhlas dan mujahadah terus diinternalisasi kepada anggota AUM agar ciri Persyarikatan tidak tergerus oleh iklim kapitalisme yang hanya mengandalkan sisi profesionalitas.
“AUM kita besar karena kesungguhan semuanya. Bahkan nyaris tidak mengenal jam kerja karena adanya kelebihan-kelebihan jam kerja itu dianggap bagian dari pengabdian, ibadah kepada Allah. Nah etos ibadah ini harus termanifestasi dalam kesungguhan,” nasihatnya.
Di sisi lain, internalisasi karakter di atas dianggap Haedar penting untuk menghadapi modernisasi yang menekankan pada kerja mesin daripada manusia.
“Insyaallah kalau reformasi perbaikan dilakukan, maka mujahadah teraktualisasi, dan tentu mujahadah dalam hal-hal yang bersifat moral spiritual, nilai-nilai ideologis Al Islam Kemuhammadiyahan juga harus terus ditamankan karena itulah karakter dan ciri khas dari Muhammadiyah,” pesannya.
Khusus untuk RS Islam Jakarta, Haedar berpesan agar selain mujahadah dan keikhlasan diinternalisasi, etos Al Ma’un turut diperkuat dalam menghidupkan AUM di bidang kesehatan.
“Tadi disebut etos Al Ma’un, untuk pengabdian bagi orang banyak. Rumah sakit itu kan kalau ada kelebihan tidak seberapa, tapi bagi Muhammadiyah bahkan kelebihan itu untuk gerak kesehatan yang bersifat umum, untuk penolong kesengasaraan umum yang mungkin tidak masuk dalam nalar kebijakan pajak yang bersifat kapitalistik. Sudah sakit masih dipajakin lagi itu kan tidak manusiawi,” tutupnya.