MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Persoalan seputar halal-haram dan ketakutan akan efek samping pada vaksin Covid-19 telah dijawab MUI dan BPOM. Hal ini yang menjadi pertimbangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melakukan vaksinasi kepada 500 tokoh, pimpinan, dan karyawan Muhammadiyah-Aisyiyah di Jakarta dan Yogyakarta.
“Pada pagi ini PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Kemenkes serta semua komponen bangsa melakukan usaha dan gerakan untuk vaksinasi yang telah dilakukan dan ini merupakan satu tahap bersama tokoh senior Muhammadiyah dan Aisyiyah,” kata Haedar Nashir pada Selasa (9/3).
Vaksinasi secara massal di kantor PP Muhammadiyah ini merupakan usaha kolektif demi menghentikan laju virus Covid-19. Haedar percaya bahwa vaksinasi dapat memberi manfaat untuk merespons imunitas yang maksimal dengan terbentuknya antibodi yang lebih optimal.
“Muhammadiyah sejak 2 Maret setelah bertemu Presiden terus melakukan ikhtiar bersama MCCC dan seluruh unit AUM dan sampai saat ini ikhtiar ini tidak pernah kendor. Sehingga baik secara materi maupun ruhani serta langkah-langkah rasional-medis kita lakukan,” ujar ketua PP Muhammadiyah ini.
Setelah Muhammadiyah melakukan segala upaya menghalau laju wabah Covid-19 seperti menyiapkan fasilitas medis, menyumbang dana sosial, dan memberikan bimbingan keagamaan, bagi Haedar, vaksinasi hadir sebagai pelengkap ikhtiar untuk menyelesaikan pandemi dengan lebih cepat. Sejarah membuktikan manfaat vaksin telah diraasakan oleh masyarakat dengan penurunan tingkat infeksi maupun resiko kematian secara cepat.
“Kita harus tetap mengikuti protokol kesehatan secara niscaya, pada saat yang sama juga menjaga imunitas tubuh kita, kesehatan kita, dan tentu kita sebagai kaum beriman dan kaum beragama terus berdoa agar pandemi ini dicabut atas kuasa-Nya,” tegas Haedar.
Haedar menyayangkan masih adanya masyarakat yang masih ragu akan eksistensi covid-19 sehingga terkadang abai terhadap protokol kesehatan bahkan anti-vaksin. Dalam beberapa bulan terakhir ini, misalnya, dunia maya memang disesaki banyak orang yang mulai tidak percaya atas keberadaan COVID-19, apalagi bahayanya.
“Padahal kenyataannya sekarang saja di tingkat dunia sudah sampai 100 juta ke atas yang positif dan yang meninggal 2,5 sekian juta. Sementara di Indonesia per hari kemarin yang meninggal 37.547 jiwa. Kita harus prihatin ini bukan ilusi melainkan kenyataan,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.