MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah memiliki dua cakupan peran dalam menjalankan fungsi strategis mendukung kepemimpinan Indonesia di tingkat global.
Cakupan tersebut adalah program Internasionalisasi Muhammadiyah dan program penguatan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berkarakter. Dua hal ini juga diminta Haedar menjadi prioritas dukungan seluruh Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
“Ini menjadi agenda yang tolong di-back up oleh HI UMY maupun Perguruan Tinggi Muhammadiyah karena hanya perguruan tinggi yang bisa mem-back up internasionalisasi ini,” kata Haedar membuka Webinar UMY bertajuk Moderasi Indonesia untuk Dunia, Senin (15/11).
Pada cakupan internasionalisasi Muhammadiyah menurut Haedar telah melakukan penguatan pada lembaga-lembaga Muhammadiyah di luar negeri termasuk pendirian Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).
Muhammadiyah juga berupaya menyebarluaskan gagasan kosmopolitanisme Islam Berkemajuan yang telah dirancang lewat pengalihbahasaan buku-buku Muhammadiyah di samping keterlibatan Muhammadiyah dalam forum dan aksi perdamaian internasional.
Di sisi lain, Muhammadiyah telah membangun sejumlah Amal Usaha pendidikan di luar negeri misalnya universitas di Malaysia, sekolah di Australia, hingga taman kanak-kanak di Mesir.
Pada bidang penguatan karakter, Muhammadiyah menurut Haedar konsisten memperkuat basis ekonomi, politik, sosial budaya lewat pendidikan dan usaha-usaha mikro.
Semua usaha ini kata Haedar berorientasi pada pembentukan identitas kebangsaan yang berbasis pada agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar.
“Sehingga Indonesia tidak copy paste dalam membangun karakternya dari luar. Kalau ada sebagian kelompok bangsa yang begitu alergi terhadap isu-isu kearaban dengan cara yang tidak adil, maka harus kritis juga terhadap isu-isu Barat atau relasi Barat yang kita copy paste tanpa seleksi,” kritiknya.
Haedar juga menyempatkan diri berpesan kepada elit dan warga bangsa untuk menjadi uswah teladan dalam menampilkan pandangan dan karakter moderat dalam pribadi masing-masing.
“Kuncinya moderasi Indonesia untuk dunia itu bukan pada retorika dan klaim bahwa Indonesia itu akan menyebarluaskan ke tingkat dunia, tapi dimulai dari kejujuran bahwa kita sendiri moderat. Indonesia sendiri dibawa menjadi negara yang moderat, Pancasila yang moderat, Islam yang betul-betul dipraktikkan moderat. Bukan kita ngomong moderat tapi tatharuf, ghuluw, ekstrim. Anti terhadap aksi-aksi ekstrimisme agama, tapi membawa ekstrimisme-ekstrimisme baru,” pesannya.
“Moderat itu harus jelas basis nilainya. Bukan beragama seperti bunglon dan tokoh-tokoh agama termasuk yang ada di pemerintahan, dengan kerendahan hati saya mengajak mari pada posisi wasathiyah Islam yang betul-betul wasathiyah. Bukan wasathiyah Islam yang sekular, liberal maupun wasathiyah Islam yang berbasis pada pandangan keagamaan yang ghuluw,” pungkas Haedar.