MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta melahirkan konsep Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah (GJDJ). Konsep ini selanjutnya diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-39 tahun 1975.
Konsep GJDJ dimaksudkan untuk meningkatkan keaktifan anggota Persyarikatan dalam usaha membina lingkungan tempat mereka tinggal ke arah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin.
Dalam program Ketua Umum Haedar Nashir Menyapa di Suara Muhammadiyah TV, Kamis (16/9), Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan bahwa konsep GJDJ lahir untuk menegaskan posisi Muhammadiyah dalam dakwah kultural dan menjauhi politik praktis.
“Muhammadiyah saat itu kan jadi anggota istimewa Masyumi, lalu keasyikan di politik sehingga pekerjaann dakwah dan kemanusiaan terbengkalai. Maka tokoh-tokoh di Muhammadiyah yang dulu aktif di Masyumi itu punya kesadaran baru. Bagaimana kita membina umat di bawah kita dengan cara yang nyata,” tutur Haedar.
“Jadi GJDJ itu intinya kita berdakwah bukan hanya pembinaan keagamaan, tapi juga sosial, ekonomi, budaya yang itu tidak hanya dimaksudkan untuk orang Muhammadiyah saja, untuk orang Islam saja, tapi juga untuk masyarakat seluruhnya,” imbuhnya.
Konsep GJDJ sejatinya tidak berjalan maksimal akibat adanya transisi pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru. Sehingga kemudian, konsep ini menurut Haedar direproduksi kembali Gerakan Pencerahan Berbasis Dakwah Komunitas yang diputuskan pada Muktamar ke-47 tahun 2015.
Haedar kemudian secara khusus berpesan agar konsep GJDJ atau Dakwah Komunitas ini digarap secara serius oleh setiap Ranting dan Cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
“Dakwah komunitas itu artinya bukan hanya jamaah tertentu, tapi lebih luas lagi, menggarap semua segmen sosial masyarakat, misalkan pada kaum difabel, kaum yang termarginalisasi secara sosial, secara ekonomi, di kawasan terjauh,” tutur Haedar termasuk menyebut komunitas berbasis hobi, minat dan segmentasi yang lebih spesifik.
“Kita mungkin gak pas, tapi harus kita dakwahi dan kita ajak komunikasi agar komunitas ini menjadi komunitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Dan insyaallah kelompok-kelompok seperti ini juga memberi manfaat. Pendekatannya itu multi aspek dan multi approach sehingga dakwah komunitas itu menjadi gerakan baru dari Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah secara metode,” jelas Haedar.
Untuk menggarap dakwah yang tersegmentasi seperti ini, Haedar menekankan peran angkatan muda di Cabang dan Ranting bersama para pimpinannya termasuk serius memetakan dakwah sesuai dengan profesi, minat dan kultur jamaah.
“Jadi kenapa saya selaku Pimpinan Pusat selalu mengajak kepada Cabang Ranting yang selama ini aktif dalam kegiatan webinar yang bersifat menginternasional dan menasional, coba juga dibagi untuk memperhatikan dawkah digital yang lebih baik, juga memperhatikan dakwah komunitas untuk masyarakat setempat yang mungkin berbeda-beda, ada yang di masyarakat kebanyakan pedagang di pasar, buruh, petani, nelayan, itu perlu perhatian Cabang Ranting, jadi jangan asyik di dunia maya,” pesan Haedar.