Oleh: Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir
Angka penularan Covid-19 masih meninggi. Kasus positif total sampai pada 6 Januari 2021 di Indonesia tercatat 788.402 dan yang meninggal 23.296 jiwa. Di tingkat dunia yang positit 86.423.758 orang, meninggal 1.869.153 orang.
Kondisi pandemi masih darurat. Inggris memasuki varian baru yang mencemaskan dunia. Indonesia terhitung 11-25 Januari 2021 memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau kini disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk seluruh Jawa dan Bali. Jika bukan kondisi darurat, mau apa lagi? Ini bukan langkah paranoid, tetapi ikhtiar meningkatkan kewaspadaan. Agar pandemi dapat diatasi dan langkah solusi selama ini terus ditingkatkan secara berkelanjutan agar Covid-19 dapat berakhir. Siapa tahu jika semua tulus dan gigih berusaha, Allah SWT pun mencabut wabah ini dengan kuasa-Nya.
Masihkah di antara kita mau abai dan lalai? Bikin acara ini dan itu di restoran, hotel, dan tempat publik tanpa protokol kesehatan. Berfoto-ria bergerombol atau beracara bersama tanpa jaga jarak sambil membuka masker. Pergi ke mall, tempat wisata, dan fasilitas publik dengan bergerombol. Apalagi sampai membikin kegiatan-kegiatan rombongan dan massal. Atau masih mau aksi demo? Tentu tidak. Orang pintar tahu apa yang harus dan tidak dilakukan. Orang pintar mesti bijak.
Pemerintah melakukan kebijakan PSBB/PPKM hadapi Covid-19. Kekuatan-kekuatan masyarakat seperti Muhammadiyah terus berikhtiar secara kelembagaan. Tetapi kunci yang tidak kalah penting terletak pada kesadaran setiap warga bangsa. Semua kembali pada kesadaran terdalam untuk berdisiplin murni dari setiap orang di negeri ini. Apakah warga apalagi elite dan tokoh mau berbuat bersama mengatasi pandemi ini. Setidaknya dengan mengikuti protokol kesehatan dan tidak melanggarnya. Semua mesti jadi teladan. Pilihannya hanya satu yaitu taat berdisiplin 3 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak) dan 3 T (tracing, testing, treatment). Lebih khusus disiplin dengan mengendalikan diri tidak membikin atau ikut acara-acara dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak dan berpotensi menjadi media atau kluster penularan. Semua mesti berikhtiar optimal memberikan solisi.
Orang Indonesia memang suka berkumpul-kumpul, yang semestinya dalam kondisi darurat Covid-19 tidak dilakukan. Demi mencegah pandemi, kegiatan bersama seperti itu bisa ditunda atau tidak dilakukan sama sekali. Untuk apa? Apalagi kalau acara tersebut ditinggalkan tidak menimbulkan mafsadat. Sikap abai dan egois itu merugikan kepentingan orang banyak. Rasa tidak enak hati atau rikuh manakala diundang pihak lain harus disisihkan demi menegakkan disiplin kesehatan. Jauhi kemudaratan dan yang menimbulkan kedaruratan, begitu pesan Nabi. Peringatan Allah lebih keras, yang artinya: “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.” (QS AL-Baqarah: 195).
Mungkin ada yang beranggapan terlalu yakin. Ketika sering mengadakan atau ikut kegiatan yang melibatkan sejumlah orang atau banyak orang ternyata tidak apa-apa. Sikap yang demikian kurang bijaksana. Apalagi sikap seperti itu disertai pandangan yang bias, takut hanya kepada Tuhan, jangan kepada virus. Kalau setiap orang seperti itu akhirnya jadi permisif. Lagi pula siapa yang menjamin seseorang tidak akan terkena Covid-19, meskipun semua berharap tidak terpapar. Pandemi ini harus menjadi usaha dan kepentingan bersama. Ikhtiar dan keseksamaan dari semua warga sangatlah utama. Bila sudah ikhtiar, selebihnya tawakal kepada Allah.
Kenapa abai dan egois? Telah banyak saudara sedunia dan sebangsa, juga orang-orang tercinta di sekitar kita meninggal dunia terkait Covid-19. Ajal memang mutlak di sisi Allah, tapi ikhtiar berada di tangan manusia. Berapa banyak tenaga kesehatan yang gugur dan kini menanggung beban berat melayani saudaranya dengan bertaruh jiwa. Mereka memang bertugas melayani kemanusiaan. Tetapi alangkah mulia bila segenap warga ikut meringankan beban para tenaga kesehatan dengan cara berdisiplin diri. Bukankah orang Indonesia berjiwa gotong royong?
Mulailah dari diri sendiri. Ibda binafsika. Bila setiap warga bangsa memiliki kesadaran tinggi untuk taat protokol kesehatan, berdisiplin murni, menahan diri, dan seksama maka sangat besar pengaruhnya untuk mencegah pandemi dan meringankan beban sesama. Sebaliknya jika masih abai dan bersikap semaunya berarti menambah beban dan membuka ruang penularan. Kenapa tidak berusaha berbagi kebaikan yang memberi solusi hadapi pandemi untuk kebaikan seluruh negeri? Ikutilah pesan luhur Nabi Muhammad, yang artinya “Allah senantiasa melindungi seorang hamba selama hamba itu melindungi saudaranya” (HR Muslim dari Abu Hurairah). Siapa yang tidak ingin dilindungi Allah Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang?