MUHAMMADIYAH.ID, MAKASSAR – Pasca gempa magnitudo 7,4 SR di Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada hari Selasa (14/12) lalu, masih banyak warga yang memilih bertahan di pos pengungsian.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, seperti dilansir Antara, di Jakarta, Sabtu (18/12) menyebutkan ada 16.593 warga yang tetap bertahan di 104 titik pengungsian.
Ketua MDMC Kabupaten Sikka, NTT, Darman Eldin menuturkan bahwa masyarakat bertahan karena masih trauma dengan kejadian tsunami di tahun 1992.
Di antara ribuan para pengungsi tersebut, ada beberapa wilayah yang tidak terjangkau oleh lembaga kemanusiaan, yaitu Pulau Kalatoa yang merupakan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Selayar.
Pulau terluar yang tidak terjangkau oleh lembaga kemanusiaan ini menjadi fokus dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
“Respon Muhammadiyah akan difokuskan di Pulau Kalaotoa yaitu di Desa Garaupa dan Desa Garaupa Raya, Kecamatan Pasilambena,” kata Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Kepulauan Selayar, Abdullah, Sabtu (18/12).
Di sela rapat koordinasi penanggulangan bencana di Kabupaten Kepulauan Selayar itu Abdullah mengatakna bahwa Angkatan Muda Muhammadiyah dan dua personil asistensi dari MDMC Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan akan berfokus di Pulau Kalotoa sesuai respon tanggap darurat yang dikoordinir dari Kantor PDM Kabupaten Kepulauan Selayar.
Kedua desa sasaran tersebut merupakan desa terjauh dari Pulau Selayar dengan jarak tempuh kurang lebih 12 jam. Selain itu, jumlah rumah warga yang rusak berat di kedua desa tersebut paling banyak dibandingkan desa-desa lain di Pasilambena yaitu Desa Garaupa yang kerusakannya ada 20 buah, dan 34 kerusakan di Garaupa Raya.
Sementara itu kendala yang dihadapi dalam respon gempa ini adalah jarak tempuh yang jauh dari ibu kota Kabupaten Selayar.
“Ada 3 alternatif transportasi laut dari Pelabuhan Benteng, Pulau Selayar ke Pelabuhan Kalaotoa yaitu dengan kapal feri dan kapal Pelni, keduanya berlayar sekali sepekan, dengan waktu tempuh selama 24 jam. Kemudian menggunakan kapal kayu milik warga Kalaotoa dengan waktu tempuh 10-12 jam, namun jadwal keberangkatan tergantung pada pemilik kapal,” jelasnya.
Hits: 7