MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Kekerasan merupakan persoalan krusial dan harus ditangani oleh seluruh elemen di negeri ini. Ketua Divisi Lingkungan Hidup LLHBP PP ‘Aisyiyah, Hening Parlan, mengingatkan masyarakat harus ‘melek’ terhadap realita kekerasan yang terjadi secara masif di lingkungan sekitarnya.
Dalam diskusi seri keempat Gerakan 16 Minggu Zakat bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, yang diselenggarakan PSIPP ITBAD Jakarta dan Lazismu, Hening mengingatkan bahwa perempuan memegang kendali atas kehidupan generasi muda masa depan Indonesia. Untuk itu, ia menyatakan persoalan yang dialami perempuan harus diselesaikan bersama-sama.
“Dari fakta kekerasan itulah, maka buku yang dituliskan Mbak Yuli ini menjadi ijtihad yang luar biasa, karena ini akan menjawab pertanyaan dalam fakta-fakta itu setidaknya menjadi sebuah terobosan yang membuka cakrawala kita agar melek, mampu menjawab persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang tidak bisa diselesaikan oleh Negara itu sendiri,” ujar Hening Parlan, Jumat (17/9).
Hening juga setuju meredefinisi penerima zakat dengan menunjuk perempuan sebagai sebuah pemaknaan agama Islam untuk peduli pada perempuan dan anak, karena Islam adalah agama yang mewujudkan kesetaraan dan kemaslahahatan bagi laki-laki dan perempuan.
Penulis sekaligus pemerhati isu gender, Kalis Mardiasih, turut mengajak elemen masyarakat untuk memahami lebih cermat dampak yang dialami perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Menurut Kalis, mereka rentan mendapatkan akses ekonomi serta kepercayaan dari lingkungan, termasuk keluarga.
Atas dasar itulah, perempuan yang aktif di komunitas Gusdurian ini mendukung adanya gerakan zakat bagi korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Kekerasan harus terus dibicarakan, faktanya masyarakat kita masih sulit memahami dan melihat dampaknya yang terjadi pada korban kekerasan. Apalagi pengalaman ini otentik terjadi pada tubuh perempuan. Bicara soal zakat bagi korban, ini menurut saya adalah beyonce ketika kita memberikan zakat tidak hanya kepada yang miskin, atau orang yang punya hutang,” kata Kalis.
Zakat bagi korban kekerasan ini, dikatakan Kalis, bisa jadi sangat bermanfaat untuk mereka yang mengalami (kekerasan) semuanya. Sebab mereka telah rentan secara ekonomi, rentan secara jaring pengaman sosial bahkan kehilangan kepercayaan oleh keluarga sendiri.
“Buku yang ditulis Kak Yulianti ini, justru saya tertantang, karena kita tidak hanya membicarakan bagaimana distribusi harta kita kepada mereka yang rentan, tetapi pada akhirnya kita akan bertanggungjawab membicarakan seluruhnya termasuk agar korban kekerasan seksual itu paham bahwa diri mereka adalah korban, dan butuh bantuan, mereka bisa dan boleh mengakses layanan kesehatan, layanan konseling dan berhak menerima bantuan,” terangnya.