MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Muhammad Jazuli atau Haji Fachrodin adalah tokoh Muhammadiyah dari Kampung Kauman yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal sampai selesai, namun kepiawaian jurnalisnya disegani banyak kalangan.
Menurut Nur Kholis, Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pena Haji Fachrodin sangat tajam, tulisannya dikenal banyak kalangan bahkan non-muslim juga banyak yang terkagum dengan tulisannya.
Dalam acara Bedah Buku “Kawan Lawan Kawan” karya Haji Fachrodin pada (24/12), Nur Kholis mendedahkan, kata kawan oleh Haji Fachrodin diartikan sebagai saudara, persaudaran dan teman. Beliau juga menyebutnya dengan bertunggal aksi, tunggal kemauan, atau tunggal bekerja.
“Sementara yang dimaksud dengan lawan, sebaliknya dari arti kawan yang telah disebutkan tadi. Dan kawan yang berikutnya sama dengan keterangan kawan yang pertama,” urainya
Karya ini ada setelah dialog yang terjadi antara Haji Fachrodin dengan dua orang non-muslim di Yogyakarta. Didalamnya dapat disimak tiga perspektif Muhammadiyah tentang pluralisme dan toleransi.
Pandangan Haji Fachrodin tentang Toleransi dan Pluralisme
Tiga pandangan Haji Fachrodin tentang toleransi dan pluralisme Muhammadiyah meliputi pandangan Muhammadiyah tentang kehidupan bermasyarakat, prinsip dan dasar keagamaan dalam Muhammadiyah, dan usaha Muhammadiyah dalam membantun relasi dan persatuan umat non-muslim.
Muhammadiyah memandang, keragaman dalam bermasyarakat adalah sunatullah. Sehingga dalam kehidupan bertetangga, warga Muhammadiyah hendaknya memelihara hak dan menjunjung tinggi kehormatan, serta membina hubungan yang harmonis baik sesama muslim dan dengan non-muslim.
Sementara terkait dengan keyakinan dan klaim kebenaran sepihak, Haji Fachrodin mencari titik temu bukan dengan menyalahkan, tapi dengan cara dialog. Untuk mendialogkan keyakinan, manurut Haji Fachrodin, tidak bisa lain kecuali berangkat dari kebersihan hati semata-mata ikhlas untuk mencari kebenaran.
“Kalau ada motivasi lain, pasti orang tidak akan bisa menemukan kebenaran, karena agama adalah kesucian,” kutip Nur
Menurut Nur Kholis, dari dialog-dialog yang dilakukan oleh para tokoh awal Muhammadiyah dengan non-muslim, menggambarkan bahwa, Muhammadiyah mengingkan tatanan masyarakat yang integratif. Tidak tersekat perbedaan suku, bangsa, dan agama dengan mengembangkan sikap saling menghormati dan hidup rukun dengan sesama.
Hits: 4