MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan butir-butir nasihat untuk kader Ulama Tarjih. Nasihat tersebut disampaikan dalam acara Pembukaan Baitul Arqam PUTM Angkatan ke-18 pada Sabtu (07/08). Berikut enam nasihat Haedar tersebut, di antaranya:
Pertama, memiliki sikap hidup yang konstruktif. Maksudnya, seorang kader apalagi menjadi calon pemimpin harus mempunyai sebuah sikap yang mampu membangun untuk diri sendiri ataupun orang lain baik secara lahir maupun batin. Jiwa konstruktif dimulai dari cara berpikir yang positif memandang dunia, kemudian meluruskan niat sampai memiliki keseriusan dalam menjalani suatu hal.
Kedua, memiliki integritas diri yang positif (al-Akhlak al-Karimah). Pada poin ini Haedar teringat dengan bunyi hadis Nabi Saw yang menyebut bahwa diutusnya Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam hal ini, kader Ulama Tarjih diharapkan menjadi uswatun hasanah bagi warga Muhammadiyah maupun umat Islam secara keseluruhan.
“Perilaku Nabi Saw itu implementasi dari Al-Quran. Mohon maaf akhlak muslim itu seringkali berhenti di norma, tapi tidak menjadi moral, etika, behavior, atitude, dan action di ruang publik. Misalnya, di grup-grup whatsapp yang hampir isinya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam,” ungkap Haedar.
Ketiga, memiliki dasar ketarjihan yang kokoh. Pokok-pokok ketarjihan yang mesti dikuasai seorang kader Ulama Tarjih menurut Haedar meliputi banyak hal terutama di bidang usul fikih. Kurangnya pemahaman akan usul fikih di lapisan masyarakat biasanya menimbulkan kontroversi dan protes keras. Padahal, segala teori dalam usul fikih selalu diarahkan dalam rangka menangkap maksud Tuhan sekaligus mencari jalan yang paling mashlahat untuk dunia dan akhirat.
“Nanti ketika lulusan-lulusan PUTM ada di cabang, daerah, wilayah, amal usaha, justru menjadi orang-orang yang berada di depan di dalam menerjemahkan, mensosialisasikan, dan mempraktekkan keputusan-keputusan tarjih. Bukan malah berbeda,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Keempat, berideologi Muhammadiyah. Haedar dengan tegas tidak ingin bila lulusan PUTM memiliki ideologi yang justru bersebrangan dengan khittah Muhammadiyah. Karenanya penting untuk mengenalkan ideologi Muhammadiyah yang bersumber dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCCHM), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), 10 Kepribadian Muhammadiyah, Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, dan lain-lain.
Kelima, memiliki wawasan keilmuan, dan pemikiran yang luas. Haedar berharap kader Ulama Tarjih tidak hanya mencapai level ulul albab tapi juga al-rasikhuna fil ‘ilmi. Ulama yang paham bukan hanya ayat-ayat muhkam tetapi juga mutasyabihat. Kunci masuk pada level adalah memiliki tingkat kerakusan dalam membaca.
“Jangan takut membaca! Bila perlu karya-karya yang ateis sekalipun baca. Biar tahu kenapa dia menjadi ateis dan bagaimana cara kita dakwah di kalangan ateis dan melawan cara berpikir ateis. Saya percaya kalau kuat Quran, hadis, tidak perlu takut dengan ateis,” ucap Haedar.
Keenam, memiliki peran yang spesifik. Haedar menerangkan seorang kader Ulama Tarjih harus menjadi agen pencerah bagi orang lain. Dimana pun dia ditempatkan dan bagaimana pun kondisi yang dihadapi, kader Ulama Tarjih harus menjadi lilin yang menerangi gelapnya kehidupan dunia.
“Ulama itu pewaris para Nabi. Nabi Saw menjadi penebar rahmat dengan akhlak yang agung. Saya percaya dengan enam pesan ini nantinya akan memiliki semangat dalam jiwa dan menjadi kader yang bersungguh-sungguh dan berhasil dalam menjalani ilmu dan kehidupan,” harap Haedar.