MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Menghadapi pandemi yang menimbulkan efek domino kerugian di berbagai sektor, maka sikap sensibilitas beragama seperti empati dan welas asih menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir lebih utama diamalkan daripada semangat menjalankan ritual keagamaan yang acuh tak acuh terhadap kondisi sekitar.
Dalam forum Sosialisasi dan Konsolidasi Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Terkait Pandemi dan Iduladha 1442 H, Rabu (7/7) Haedar mendorong warga Persyarikatan terus menguatkan empati dan sensibilitas beragama itu.
“Nah itu masuk dalam paradigma humanistic sensibility, membangun sensibilitas kita tentang orang lain yang berbeda, yang sedang menderita dengan cara apa? Menyebarkan orientasi agama yang welas asih, kasih sayang, toleran,” kata Haedar.
Bagi sebagian kelompok yang enggan melonggarkan peribadatan di tengah masa darurat pandemi, Haedar mendorong agar mereka terus dibimbing agar dalam beragama tidak mengandalkan sisi dalil saja (bayani), tapi juga menyertakan aspek ilmu pengetahuan (burhani) dan kebijaksanaan (irfani).
Haedar mencontohkan dengan permisalan jika ada seorang anggota keluarga yang mendapatkan kecelakaan, maka yang perlu didahulukan adalah menolongnya, bukan memperdebatkan kenapa dia mendapatkan kecelakaan itu.
“Nah realitas ini perlu, termasuk kehadiran media sosial. Apakah kita masih mau terus asyik masyuk dengan isu-isu perdebatan yang sebetulnya teknis? perdebatan soal istilah, politik, macem-macem di saat kanan kiri kita ada banyak penderitaan?,” tanya Haedar.
“Nah aspek ini di dalam poin ke tujuh dari edaran PP itu ditekankan bagaimana PP Muhammadiyah lebih-lebih setelah PPKM dan darurat pandemi begitu rupa, menjadi pelopor untuk lebih fokus untuk menyelesaikan, ikut menjadi bagian dari solusi dan menghentikan atau tidak terbawa arus pada isu-isu kontroversial yang bermacam-macam gitu ya,” jelasnya.
“Jadi soal Covid itu apakah konspirasi, soal Zionis, kemudian juga tentang politik kebijakan dalam dan luar negeri yang itu satu agenda sendiri yang perlu kita hadapi sebagaimana Muhammadiyah mestinya menghadapi. Tetapi, jangan kemudian menjadi alam pikiran publik yang menjadikan kita terus gaduh, kehilangan fokus dan akhirnya apa? Ketika korban makin banyak dan pandemi tidak bisa kita selesaikan nanti dampaknya juga susah,” pungkas Haedar.