MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Gerakan ‘Aisyiyah mencakup berbagai hal bukan hanya urusan perempuan dan anak, tetapi juga seluruh persoalan yang terkait dengan keumatan dan kebangsaan.
Demikian disampaikan oleh Athiyatul Ulya, Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah pada, Kamis (14/4) di acara Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah – ‘Aisyiyah 2022 yang diselenggarakan secara hybrid di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA).
Menurut Athiyatul Ulya, antara laki-laki dan perempuan memiliki porsi yang sama dalam urusan keumatan dan kebangsaan. Akan tetapi dalam prakteknya tidak seperti itu, porsi perempuan lebih sedikit ketimbang laki-laki.
Ahli Hadis tentang perempuan dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini menjelaskan luasnya cakupan gerakan ‘Aisyiyah menjadi pembeda dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang biasanya hanya fokus pada isu tertentu saja.
“Begitu juga terkait dengan isu – tantangan, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah sudah banyak merumuskan isu strategis yang dihadapi oleh ‘Aisyiyah”. Tuturnya.
Dia menegaskan bahwa, dalam urusan keumatan dan kebangsaan tidak ada isu strategis yang spesifik menjadi tantangan Muhammadiyah maupun ‘Aisyiyah secara umum. Hal itu terjadi karena peran dan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah di muka bumi sama dengan laki-laki.
“Maka seluruh tantangan di muka bumi ini menjadi hal yang harus direspon baik oleh laki-laki dan perempuan, begitu juga dengan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Sehingga tidak ada isu-isu yang spesifik khusus direspon oleh ‘Aisyiyah, maupun isu-isu yang itu hanya direspon oleh Muhammadiyah,” ungkapnya.
Tetapi memang pada prakteknya antara laki-laki dan perempuan tidak menerima porsi yang sama. Pada seri ke-7 Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah – ‘Aisyiyah 2022 tersebut, Athiyatul menyebutkan beberapa isu strategis dan tantangan ‘Aisyiyah.
Yakni isu strategis dan tantangan tentang keluarga, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kemiskinan, perlindungan sosial, hukum, politik, budaya dan mentalitas, lingkungan dan bencana alam, termasuk isu perdamaian.
Relasi Muhammadiyah dengan ‘Aisyiyah terkait dengan persoalan keumatan dan kebangsaan, menurutnya keduanya saling mengisi. Misalnya ‘Aisyiyah lebih concern dalam urusan keluarga, karena dalam konteks Indonesia yang kerap menjadi korban adalah dari pihak perempuan.
Namun demikian bukan berarti Muhammadiyah tidak memiliki perhatian terhadap urusan keluarga dan kekerasan.