MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Sebagai gerakan keagamaan, Muhammadiyah memiliki prinsip bahwa bermasyarakat adalah sunatullah yang wajib dilakukan, baik dalam konteks riil di lingkungan tempat tinggal setempat atau di konteks digital seperti media sosial.
“Sehingga kalau ada orang Muhammadiyah atau orang muslim tidak mau terlibat dalam kehidupan masyarakat, justru dipertanyakan kualitas kemuslimannya. Karena sunatullah itu adalah kita bermasyarakat,” tutur Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Miftahulhaq, Sabtu (9/10).
Dalam pengajian KM3 Majelis Tabligh, Miftahulhaq menyebut bahwa masyarakat adalah ladang untuk beramal saleh sekaligus tempat menentukan kualitas diri seseorang.
“Kalau kita memahami bagian dari masyarakat dan menunjukkan kualitas kita, maka kita akan memberikan manfaat pada masyarakat itu. Khoirunnas anfauhum linnas, dan semangat ini muncul di Muhammadiyah sejak awal didirikan,” jelasnya.
“Kiai Dahlan tidak melepaskan Muhammadiyah dari basis masyarakat. Muhammadiyah hadir untuk masyarakat, Muhammadiyah datang untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, bagaimana memberikan kualitas yang terbaik bagi masyarakat karena itu adalah sesuatu yang menjadi penilai bagi diri kita,” imbuhnya.
Dalam konteks ini, maka warga Persyarikatan menurut Miftah wajib menjadi uswah hasanah atau teladan yang baik dalam bermasyarakat. Nilai dan ajaran Islam harus ditampilkan dalam diri. Sebab, uswah hasanah pun sejatinya adalah bagian dari menjalankan dakwah fardhiyah.
“Islam ini tidak akan dirasakan oleh kehidupan masyarakat, maka diri kita ini semuanya punya kewajiban utk menyampaikan Islam,” tutur Miftahulhaq.
“Dalam konteks personal menjadi uswah hasanah. Upaya ini harus muncul, bagaimana nilai-nilai dan ajaran Islam itu muncul dalam diri kita,” tambahnya.