MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Haedar Nashir menegaskan bahwa Kyai Dahlan merupakan sosok pembaharu paling penting pada awal abad ke-20. Buah pemikirannya kadang ditentang namun kemudian diterima khalayak luas. Salah satu kisahnya yang paling terkenal adalah meluruskan arah kiblat.
“Gagasan pelurusan arah kiblat sejatinya memadukan antara syariat dan ilmu pengetahuan. Biarpun ditentang oleh kaum tradisional, satu abad kemudian seluruh kekuatan umat Islam di Indonesia merujuk pada pembaharuan seperti itu,” Haedar Nashir pada Kamis (27/05).
Haedar mengungkapkan bahwa selain meluruskan arah kiblat, Kyai Dahlan juga mengagas pendidikan modern yang dikenal dengan Madrasah Diniyah al-Islamiyah. Konsep pendidikan tersebut memadukan memadukan antara pendidikan Agama dan pendidikan umum sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kyai Dahlan bahkan tak segan memanfaatkan medium lain seperti biola, papan tulis, meja dan kursi serta ruang kelas untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar yang pada masa itu belum lazim digunakan di sekolah-sekolah Islam dan pesantren-pesantren tradisional.
“Menurut Kuntowijoyo, model pendidikan yang digagas Kyai Dahlan disebut sebagai perpaduan antara iman dan kemajuan, melahirkan kaum terpelajar muslim yang kuat kepribadiannya, tetapi juga mampu menghadapi tantangan zaman,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Pemikiran lain yang menjadi kekhasan Kyai Dahlan menurut Haedar adalah teologi al-Maun. Bagi Kyai Dahlan, agama bukan sekadar teks doktrinal yang dihafalkan tanpa praktik nyata untuk mengentaskan pelbagai persoalan umat. Maka sampai sekarang dapat dilihat betapa banyak lembaga sosial di bawah naungan Muhammadiyah.
Kyai Dahlan juga memiliki semangat memperkuat kualitas literasi umat Islam dengan mendirikan Majalah Suara Muhammadiyah. Majalah ini terbit pertama kali pada bulan Januari 1915, tiga tahun setelah organisasi Muhammadiyah berdiri tahun 1912. Menurut Haedar, lewat Suara Muhammadiyah inilah diperkenalkan bahasa Indonesia yang saat itu belum menjadi bahasa nasional.
Bagi Haedar, biarpun Kyai Dahlan sering dilekatkan dengan pembaharu lain, tetapi ada yang spesial dari beliau yang tidak dimiliki Muhammad Abduh maupun Ibnu Taimiyah. Menurut Haedar, gagasan Kyai Dahlan yang paling fenomenal yaitu mendirikan gerakan perempuan bernama Aisyiyah tahun 1917 bersama dengan istrinya Siti Walidah.
“Tanpa belajar emansipasi dari Barat tetapi lahir dari sikap dan pandangan yang orisinil dari Islam yang memuliakan laki-laki dan perempuan, sebagaimana dalam QS. Al-Nahl ayat 97. Semua yang dilakukan Kyai Dahlan, sebagaimana ungkapan Nurcholis Madjid, menunjukkan beliau seorang pembaharu sejati,” simpul Haedar.
Hits: 6