MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Meski sudah ditetapkan melalui Penciptanya sebagai pemimpin atau khalifah di muka bumi, tapi di sisi lain penciptaan manusia juga dikomplain oleh malaikat. Malaikat khawatir, manusia akan membuat kerusakan di muka bumi.
Karenanya Budi Setiawan, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana (LPB) PP Muhammadiyah mengajak manusia untuk sadar diri akan hal itu. Manusia harus memaksimalkan perannya dengan bijak sebagai pemimpin, sekaligus menekan potensi membuat kerusakan dan pertumpahan darah.
Budi melanjutkan, jika dibandingkan dengan malaikat, manusia memiliki keunggulan bekal yaitu akal-ilmu. Bekal ini sebagai alat bantu manusia atau bani adam dalam mengelola bumi seisinya. Dalam al Isra’ ayat 70, Allah juga memuliakan bani adam dan Allah juga berikan kelebihan dari mahluk lain yang Ia ciptakan.
“Manusia itu diciptakan Allah pada sebaik-baiknya. Sehingga dalam pemahaman dan pengertian kita, manusia punya tugas khalifah fil ardh tapi juga punya potensi kerusakan,” tutur Budi pada Ahad, (20/4) dalam Kajian Ramadan Sehat dan Aman
Belajar dari KH. Ahmad Dahlan, Budi menjelaskan, bahwa Kiai Dahlan berbekal pengetahuan akan fungsi manusia dari Al Qur’an, beliau kemudian membuat tesis yang menyatakan bahwa harusnya Agama Islam itu menjadikan manusia sejahtera, cukup penghidupan, dan saling menghormati.
Akan tetapi setelah melihat realitas yang terjadi di lingkungan sekitarnya, Kiai kemudian bertanya ini yang salah siapa ? .Pasalnya, kesejahteraan dan kecukupan hidup jauh dari kehidupan muslim masa itu. Terlebih penghormatan yang diberikan kepada seorang muslim, tidak pernah mereka dapatkan.
“Kemudian beliau mengkaji Qur’an, berdialog dengan ulama, kemudian melihat ada sesuatu yang salah dalam pemahaman agama.” imbuhnya
Ayat-ayat Al Qur’an yang selama ini dibaca dan dihafal, kemudian oleh Kiai Dahlan bersama para muridnya diamalkan dalam bentuk tindakan. Menurut Budi, dakwah kepada orang miskin jangan diajarkan ilmu agama yang muluk-muluk, tapi berilah mereka kecukupan atau makan.
Selain itu, dalam konteks dakwah sosial sekarang perlu adanya penyegaran makna dari istilah-istilah atau simbol yang ada dalam al Qur’an. Misalnya, istilah atau simbol miskin tidak lagi dimaknai sebagai orang yang tidak punya harta, istilah yatim tidak lagi dimaknai sebagai anak yang tidak berbapak atau beribu, dan seterusnya.
Hits: 3