MUHAMMADIYAH.OR.ID, KARANGANYAR– Mengabdi sebagai guru di lembaga pendidkan Muhammadiyah memang berat, terlebih apabila yang diharapkan adalah balasan dunia atau gaji. Sehingga berjuang di Muhammadiyah tidak bisa disamakan dengan tempat lain.
“Guru itu paling ikhlas, apalagi guru di Muhammadiyah. Gajinya thitik (red; sedikit) juga ngak papa,” kata Mentri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Muhadjir Effendy pada Jumat (19/2).
Karena itu, dirinya yang saat ini ditunjukan sebagai koordinator pendidikan sedang merancang big data untuk peta seluruh sekolah Muhammadiyah di Indonesia. Big data tersebut diharapkan bisa sampai detail merekam data sekolah, bahkan gaji guru di Muhammadiyah.
Tidak bisa dipungkiri, lembaga pendidikan milik Muhammadiyah juga terjadi ketimpangan yang curam. Banyak sekolah Muhammadiyah yang menjadi unggulan di beberapa daerah, tapi juga masih melimpah jumlah sekolah Muhammadiyah yang masih bemutu rendah.
“Tentu saja karena Muhammadiyah itu tidak punya sumber dana tersendiri kaya pemerintah ada APBNnya, ya bagaimana sekolah yang maju itu bisa share ke sekolah yang belum maju termasuk dalam ngendong-ngindit atau untuk berbagi pendapatan, kesejahteraan agar mereka bisa saling merasakan,” jelas Muhadjir.
Konsep tersebut dimaksudkan untuk memangkas curamnya ketimpangan yang terjadi antar sekolah Muhammadiyah. Terlebih memangkas ketimpangan gaji yang diterima oleh guru, ia menceritakan, di satu sekolah Muhammadiyah guru mendapat gaji yang layak, tapi di sekolah Muhammadiyah yang lain, gaji guru masih tergolong sangat rendah.
Fakta tersebut bukan hanya terjadi di lembaga pendidikan Muhammadiyah tingkat sekolah, tapi juga terjadi di lembaga Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).
Secara sederhana konsep ngendong-ngindit itu bisa didudukan serupa dengan konsep subsidi silang. Di mana lembaga pendidikan Muhammadiyah baik tingkat sekolah maupun perguruan tingginya yang sudah bagus, membantu lembaga pendidikan yang masih bermutu rendah.