MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Selain menimbulkan kebisingan maya (digital noisy), masa disrupsi dianggap melahirkan kecenderungan jahiliyah baru, demikian ungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti dalam pengajian pagi PDM Bandung, Ahad (13/2).
“Manusia abad 21 ini kembali kepada masyarakat Neo-Jahiliyah. Jahiliyah itu kan dinisbatkan kepada orang yang bodoh. Tapi orang yang jahiliyah sendiri bukan orang yang bodoh dalam pengertian tidak bisa baca tulis. Bisa baca tulis tapi berperilaku seperti orang yang tidak berilmu,” jelasnya.
Mu’ti lalu mencontohkan perilaku-perilaku seperti mempercayai adanya arwah di boneka, glorifikasi kejayaan suatu peradaban di masa lampau, hingga membanggakan nasab secara berlebihan tanpa disertai prestasi dan kualitas diri.
“Orang sekarang itu memang mengalami satu hal yang disebut the psychology of stupidity. Secara teknologi dia menguasai tapi secara mental dia sangat bodoh. Sehingga berbagai persoalan primordial itu disulut untuk menunjukan superioritas di atas kelompok lain,” ungkapnya.
Terkait jahiliyah dalam memandang nasab, Mu’ti menyebut Alquran mengabarkan bahwa Islam tidak meniadakan suku atau bangsa apapun. Ayat ke-22 Surat Ar-Rum bahkan disebutnya menegaskan bahwa pluralitas dan keragaman adalah tanda kekuasaan Allah.
Manusia yang berharga di sisi Allah, kata Mu’ti adalah mereka yang memiliki kualitas ketakwaan dan manusiawi sebagaimana dijelaskan dalam ayat ke-13 Surat Al-Hujurat.
“Jadi orang boleh bersuku apa saja. Jadi kalau ada orang yang merendahkan orang Sunda misalnya dengan mengatakan kata-kata yang kasar itu misalnya, jadi itu menurut saya ada unsur jahiliyahnya.Orang itu menjadi hebat bukan karena dia Jawa, bukan karena dia Sunda, bukan karena dia Minang. Tapi orang itu menjadi hebat karena dia itu bertakwa,” kata Mu’ti.
Terakhir, Mu’ti berpesan agar warga Muhammadiyah di era disrupsi ini senantiasa berpegang pada Khittah dan Kepribadian Muhammadiyah agar tetap memberikan kemaslahatan maksimal pada umat.
“Dengan digital noisy ini, warga Persyarikatan harus menjaga untuk tetap solid dengan kerukunan internal dan jangan sampai kita menari-nari di atas (tabuhan) genderang orang lain,” pungkasnya. (afn)