MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Pandemi belum berakhir, dan tidak diketahui kapan waktu berakhirnya. Pemerintah sesuai dengan amanat konstitusi berkewajiban menjamin perlindungan bagi seluruh warga bangsanya.
Dalam memberikan jaminan perlindungan sosial bagi warganya, Presiden Joko Widodo meluncurkan bantuan tunai se-Indonesia tahun 2021. Yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Program Sembako, dan Bantuan Sosial Tunai (BST)
Total anggaran untuk program BST adalah 12 triliun, menyasar 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), masing-masing Rp. 300 ribu selama empat bulan dari Januari sampai April.
Sementara total anggaran yang dialokasikan untuk PKH sebesar Rp. 28,7 triliun dan ditargetkan untuk 10 juta KPM. Kemudian total anggaran untuk program BPNT sebesar Rp42,5 triliun. Sasaran BPNT/Kartu Sembako target pertama adalah 18,8 juta keluarga, masing-masing mendapatkan Rp200 ribu setiap bulannya.
Bantuan tunai yang diluncurkan oleh pemerintah ini menyedot banyak perhatian publik. Sebab bantuan tunai yang disalurkan rawan menimbulkan tindak korupsi, bahkan bekas Menteri Sosial, Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka korupsi Bansos.
Di sisi lain, fakta di lapangan menunjukkan adanya oknum nakal yang ikut-ikutan memperkeruh kondisi. Anggota Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Wuri Rahmawati mewanti-wanti agar kenakalan oknum-oknum tersebut tidak terulang kembali.
Ia menyarankan, bahwa selain tepat sasaran, bantuan tunai yang digulirkan oleh pemerintah juga tepat guna melalui kontrol terhadap regulasi yang digunakan. Di hilir juga perlu dilakukan kontrol terhadap perilaku masyarakat penerima bantuan, termasuk kontrol pedagang culas yang kerap memonopoli harga.
“Saat pencairan dana semua harga bahan pokok itu naik, ini kan memang ada program akan tetapi kembali lagi masyarakat menjadi sebatas menerima tetapi tidak ada perlindungan atas harga,” kata Wuri
Pendamping masyarakat miskin kota dan pemulung ini melanjutkan, selain monopoli harga, juga tidak jarang masyarakat penerima bantuan menggunakan bantuan tersebut tidak sesuai peruntukannya.
Karena itu harus ditafsir ulang pola bantuan tunai tersebut. Karena dalam memberikan bantuan tidak come, hit, and run. Melainkan ada pendampingan berkelanjutan untuk keberdayaan masyarakat dalam waktu yang lama, sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat atas bantuan yang mereka dapat bisa dirasakan secara berkepanjangan.
Pemerintah, kata Wuri, bisa mengembangkan pola-pola bantuan yang biasa mereka gunakan selama ini. Misalnya melalui usaha alternatif level mikro yang mudah diadaptasi oleh masyarakat di berbagai level sebagai usaha menjaga perputaran ekonomi keluarga jangan sampai berhenti, atau mungkin bisa mengembangkan sociopreneurship.
Keterangan : Foto Ilustrasi diambil sebelum pandemi covid-19