MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA —Dalil dibolehkannya shalat jama’ ta’khir adalah Hadis Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, sebagai berikut: Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa dahulu Rasulullah Saw apabila berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat dzuhur sampai waktu ashar (dikala itu beliau berhenti dan menjama;kan kedua salat). Jika beliau berangkat sesuadah tergelincir matahari, beliau mengerjakan dahulu salat dzuhur, sesudah itu berangkat (HR. Bukhari Muslim).
Dalam Hadis tersebut tidak disebutkan bagaiman cara menjamak apakah salat Dzuhur baru salat Ashar atau Ashar dulu baru Dzuhur. Demikianlah dalam banyak riwayat tidak ditegaskan pelaksanaan jama’ kedua salat itu. Kalau kita baca riwayat Muslim dari Usamah bin Zaid, ia mengatakan:
Nabi bertolak dari ‘Arafah, sehingga pada waktu sampai di Syi’bi berhenti dan berkemah kemudian berwudhu dan tidak begitu sempurna wudhuya, maka aku tanyakan pada beliau tentang melakukan salat. Beliau nenjawab: “Salat di muka sana” Nabi pun kemudian naik kendaraan dan setelah sarnpai di Muzdalifah, beliau turun dan mengambil air wudhu dengan sempurna kemudian dibacakan iqamah, maka beliau salat Maghrib dan orang banyak pun mendekamkan untanya di tempat singgahnya itu. Kemudian dibacakan iqanah untuk salat ‘Isya maka beliau pun salat ‘Isya dan tidak melakukan shalat apapun di antaranya kedua salat itu (HR. Muslim).
Dari Hadits riwayat Muslim dari Usamah bin Zaid itu dapat diketahui bahwa ketika Nabi melangsungkan salat di Muzdalifah menjama’ salat Maghrib dan Isya’ mendahulukan shalat Maghrib baru salat ‘Isya.
Hits: 1759