Pada saat bencana, masyarakat seringkali berhadapan dengan situasi sulit mendapatkan air, krisis air bersih atau jatuh sakit yang menyebabkan mereka tidak bisa menggunakan air.
Dalam kondisi dimana tidak memungkinkan shalat untuk berwudlu dan mandi besar karena berbagai alasan, Allah subhanahu wa ta’ala sesungguhnya telah menentukan tayammum sebagai penggantinya. Tayammum dilakukan untuk bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar.
Hadats kecil meliputi : kentut, buang air kecil dan atau besar, tidur nyenyak dengan telentang. Sedangkan hadats besar adalah melakukan hubungan seksual, mengeluarkan air mani (sperma) dan selesai haid dan atau nifas.
Perintah tayammum berdasarkan firman Allah :
وإن كنتم مرضى أوعلى سفر أو جاء أحد منكم من الغائط أولامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمّموا صعيداً طيّيباً فامسحوا بوجوهكم وأيديكم إنّ الله كان عفواًّ غفوراً. (أية 43 من سورة النساء)
Artinya : “Jika Kamu sakit atau sedang dalam safar (perjalanan jauh) atau datang dari tempat buang air (selesai buang air) atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air (untuk bersuci), maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), usaplah wajahmu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun” (QS An Nisa ayat 43).
Adapun cara tayammum yang sesuai tuntunan Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam- adalah sebagai berikut :
- Menepukkan kedua tangan ke tempat debu suci, atau bagian permukaan dari sesuatu yang dianggap bersih.
- Menghembus / meniup kedua telapak tangan.
- Mengusapkannya ke wajah.
- Mengusapkannya pada kedua tangan sampai pergelangan tangan.
Cara ini berdasarkan hadits,
Dari Ammar –radhiyallahu ‘anhu- (diriwayatkan bahwa) ia berkata : “aku pernah dalam keadaan junub dan tidak mendapat air, lalu aku berguling-guling dalam debu dan kemudian shalat. Maka aku sebutkan yang demikian itu kepada Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wa sallam-“ . Beliau lalu berkata, “ Sesungguhnya cukup kamu melakukan begini”. Lalu Beliau meletakkan kedua tangannya di tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan tangannya sampai pergelangan tangannya dengan kedua telapak tangannya itu (Muttafaq ‘Alayh).
Sumber : Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah Jilid 3, Bagian Keempat, Pembahasan Kedua tentang Fikih Kebencanaan. Hal.671
Hits: 94