MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Dalam isu terkait pelaksanaan salat Istisqa’, banyak pertanyaan muncul mengenai apakah disunahkan Takbirat Zawaid dalam ibadah ini. Takbirat Zawaid, yang mengacu pada takbir-takbir tambahan, telah menjadi perdebatan di kalangan ulama selama beberapa waktu.
Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta Nur Fajri Romadhon turut menjelaskan perihal ini pada Selasa (03/10) kepada redaksi Muhammadiyah.or.id. Pria yang lama menempuh pendidikan di Arab Saudi itu menerangkan bawah para ulama berselisih ihwal Takbirat Zawaid dalam tata laksana salat istisqa’.
Menurut sejumlah ulama, termasuk mazhab Syafii dan Hanbali, Takbirat Zawaid seharusnya dilakukan dalam salat Istisqa’ serupa dengan yang dilakukan dalam salat Id. Dalam pandangan ini, terdapat tujuh kali takbir tambahan di rakaat pertama dan lima kali takbir tambahan di rakaat kedua, tanpa termasuk takbiratul ihram.
Namun, pandangan yang berbeda juga ada di kalangan ulama. Beberapa ulama, termasuk mazhab Maliki, tidak menganggap Takbirat Zawaid disunahkan dalam salat Istisqa’. Al-Imam An-Nawawiyy dan Al-Imam Asy-Syaukaniyy bahkan menyebut bahwa pandangan ini adalah mayoritas ulama. Mereka berpendapat bahwa salat Istisqa’ seharusnya dilakukan seperti salat Jumat.
Pendapat ketiga, yang merupakan pandangan sebagian kecil ulama seperti Madzhab Dawud Adz-Dzhahiriyy, memberikan pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan Takbirat Zawaid dalam salat Istisqa’.
Meskipun ada perbedaan pendapat, Nur Fajri menerangkan bahwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Muktamarnya pada tahun 1976 memutuskan untuk merajihkan pendapat yang kedua, yaitu tidak disunahkannya Takbirat Zawaid dalam salat Istisqa’. Mereka mengacu pada fakta bahwa riwayat-riwayat yang sahih tentang salat Istisqa’ dari Rasulullah Saw tidak menyebutkan adanya Takbirat Zawaid, berbeda dengan riwayat-riwayat terkait salat Id yang mencantumkan hal tersebut.
Pendapat ini didukung dengan dalil dari Ibnu ‘Abbas ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw salat Istisqa’ dua rakaat sebagaimana salat Id. Meskipun ada riwayat tersebut, beberapa pakar hadis telah melemahkan sanad hadis ini.
Dalam mengambil kesimpulan, Nur Fajri menjelaskan bahwa perbandingan antara salat Id dan Istisqa’ sebagaimana dimaksud oleh Ibnu ‘Abbas dapat dipahami sebagai kesamaan dalam berjamaah di tanah lapang, jumlah rakaat, bacaan imam yang keras, pelaksanaan tanpa azan atau iqamat, serta penyelenggaraan khutbah setelah salat. Kesamaan ini dapat dipahami melalui riwayat-riwayat dari para Sahabat lainnya seperti Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, dan ‘Abdullah ibn Zaid.
Semoga pelaksanaan salat Istisqa’ kita diterima oleh Allah dan doa-do kita untuk hujan turun dan membawa berkah dari-Nya dapat terkabul.
Hits: 1263