MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG— Tugas daripada manusia ialah mengabdi kepada Allah (QS. Al A’raf: 179). Meski semuanya dipandang sama (QS. Al Kahfi: 110), baik laki-laki maupun perempuan (QS. Al Isra: 70), namun tingkat kemuliannya ditentukan oleh sejauh mana ketakwaan manusia kepada Sang Pencipta (QS. Al Hujurat: 13).
“Semua Bani Adam laki-laki dan perempuan sama, mereka tidak berbeda derajatnya di hadapan Allah Swt. Keimanan dan ketakwaan menjadi pembeda,” terang Ketua PP ‘Aisyiyah Masyitoh Chusnan dalam acara Gerakan Subuh Mengaji yang diselenggarakan PW ‘Aisyiyah Jawa Barat pada Senin (03/01).
Alasan ketakwaan menjadi ukuran kemuliaan lantaran manusia adalah makhluk jasmaniah dan ruhaniyah sekaligus. Karena itu, dalam dirinya ada potensi untuk berhubungan dengan dunia material dan dunia spiritual sekaligus. Kedua potensi ini tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus saling bersinergi agar hidup berjalan dengan seimbang.
“Bila satu potensi dikembangkan luar biasa, sedangkan potensi lain diabaikan, maka manusia menjadi makhluk yang bermata satu. Karena itu kita harus adil antara jasmani dan ruhani,” kata dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Agar seimbang antara aspek jasmani dan ruhani, maka perlu menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter, di antaranya: 1) olah pikir: cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berfikir terbuka, produktif, reflektif; 2) olah hati: berempati, beriman, amanah, adil, bertanggungjawab, rela berkorban; 3) olah rasa: ramah, peduli, suka menolong, gotong royong, kosmopolit; 4) olah raga: bersih, sehat, kooperatif, sportif, ceria, gigih.
“Keseimbangan antara jasmani dan ruhani dapat membangun karakter atau generasi yang penuh empati. Kita punya fitrah berupa potensi baik, lalu pendidikan, dan bentukan kepribadian, kemudian jadilah generasi berempati,” ujar Masyitoh Chusnan.
Hits: 8