MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Bukti nyata telah kami tunjukkan kepada semua pihak bahwa kehadiran Universitas Aisyiah terus secara terus menerus ingin meningkatkan kualitasnya mengembangkan untuk kepentingan umat dan bangsa. Begitu dikatakan Ketua Umum PP ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, pada acara Ground Breaking Masjid Walidah Dahlan Unisa, Sabtu (14/8).
Menurutnya fasilitas-fasilitas itu yang merupakan keniscayaan bagi Unisa untuk merespon kepercayaan masyarakat, maka pada saat ini akan dimulai pembangunan masjid yang cukup megah, lebih megah dari Gedung-gedung yang ada, yakni Masjid Walidah Dahlan.
“Nama Walidah Dahlan, disematkan oleh Pimpinan Pusat Aisyiah dengan dasar pemikiran. Pertama, Walidah adalah nama tokoh utama dan pendiri Aisyiah. Sedangkan Dahlan adalah pendiri dan tokoh central Muhammadiyah. Sang istri dan suami tersebut Bersatu padu memajukan perempuan muslim dan perempuan Indonesia dalam rangkaian pembaharuan yang luar biasa,” tutur Noordjannah.
Kemudian, Nyai Walidah sering diminta nasehat oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah pada zamanya setelah Kyai Dahlan wafat pada tahun 1923. Bahkan pada tahun 1926, Walidah Dahlan tampil memberi pidato kongres Muhammadiyah di Surabaya yang menyita perhatian publik dan media masa pada saat itu.
“Yang kedua, Nyai Walidah dan Kiai Dahlan keduanya adalah pahlawan nasional, sebagai seimbol perjuangan kebangkitan nasional yang berperan penting di dalam pergerakan Indonesia merdeka, sehingga menjadi inspirasi yang penting bagi wawasan dan kesadaran kebangsaan yang lahir dari jiwa keislaman yang cinta Indonesia,” jelasnya.
Yang ketiga, penyatuan nama Walidah Dahlan menggambarkan spirit dan pemikiran yang integratif, yang memandang perempuan dan laki-laki sebagai satu kesatuan yang utuh dan bukan saling sub-koordinasi atau dipertentangkan. Keduanya laki-laki dan perempuan dituntut sama-sama berperan beramal saleh, beriman, berbasis keimanan, dan oleh karena itu pemikiran integratif yang ada di dalam al-Quran surat An-Nahl ayat 97 yang itu juga menjadi landasan dari ‘Aisyiyah yang memberikan semangat, nilai, bahwa perempuan harus maju.
Oleh karena itu Aisyiah sebagai organisasi yang sudah masuk, sudah menjalani usia pada abad kedua ini adalah organisasi perempuan yang juga Bersama organisasi yang lain pada waktu itu terus berjuang menuju kepada kepentingan Indonesia yang merdeka. Perjuangan melawan penjajah yang telah dimulai sejak tahun sembilan belas tujuh belas.
Pada tahun 1928, ‘Aisyiyah menjadi salah satu inisiator kongres perempuan pertama Indonesia, Bersama cucu organisasi yang lain yang membicarakan bagaimana para perempuan melalui organisasi-organisasi yang tentu belum sebanyak saat ini berjibaku, bersatu mendorong, berjuang bersama-sama agar supaya kita bisa bahu-membahu menuju kepada kemerdekaan Indonesia.
“ ‘Aisyiyah telah berperan cukup panjang di dalam pergerakan ini berjuang untuk kemerdekaan sekaligus pada saat ini dituntut untuk terus berjihad berjuang mengisi kemerdekaan sebagaimana yang terus dilakukan oleh ‘Aisyiyah dari tingkat pusat sampai di tingkat ranting melalui berbagai kegiatan dakwahnya sekaligus juga mengembangkan amal usaha, termasuk salah satu di antara berbagai macam amal usaha adalah Perguruan Tinggi Aisyiah yang sudah ada di beberapa provinsi, yakni perguruan Universitas di Surakarta, Universitas Aisyiah di Surakarta, Universitas Aisyiah di Bandung, Perguruan Tinggi-Perguruan Tinggi Aisyiah di Palembang, di Pontiana, di Riau, di Banten, di berbagai tempat yang itu semuanya bapak ibu sekalian, para civitas akademika penggerak pengkhidmat dakwah melalui ‘Aisyiyah adalah bentuk dan kehadiran kontribusi ‘Aisyiyah untuk kepentingan umat dan bangsa,” paparnya.